Tuesday, February 3, 2009

VIDEO FOR CHANGE

VIDEO FOR CHANGE








Judul : Video for Change, Panduan Video Untuk Advokasi
Penulis : Sam Gregory, Gillian Caldwell
Penerjemah : Astrid Reza W, Veronika Kusuma
Penyunting : Sandria Komalasari
Penerbit : INSISTPress
Cetakan, tebal : I,Januari 2008, 17X24cm,xx+381 hal.
Harga : Rp. 45.000,-

Sam Gregory adalah aktivis HAM, pelatih advokasi, dan produser video. Saat ini menjadi Manajer Program WITNESS www.witness.org. Dia telah bekerjasama dengan kelompok-kelompok pembela HAM di Philipina, Guatemala, Argentina, Thailand, Birma, juga Amerika Serikat. Kerjasama tersebut bertujuan untuk mendukung kampanye internasional dalam advokasi dan pelayanan masyarakat. Dia juga telah terlibat dalam berbagai workshop & pelatihan HAM ditingkat internasional.
Video yang diproduksinya telah diputar di Kongres AS, PBB, dan berbagai festival film dunia. Pada ahun 2004 dia menjadi anggota juri dalam IDFA Amnesty International. Saat ini Gregory berkonsentrasi pada pelatihan-pelatihan WITNESS, dan bekerja di Asia termasuk berkampanye bersama organisasi rakyat di Birma.
Peraih Kennedy Scholar di Universitas Harvard saat meraih gelar masternya yang berfokus pada Pembangunan Internasional dan Media ini pernah pula bekerja sebagai peneliti sekaligus produser televisi di AS dan Inggris, juga dalam pengembangan organisasi di Nepal dan Vietnam.
Gillian Caldwell adalah Direktur Eksekutif WITNESS www.witness.org, seorang pakar media dan teknologi komunikasi untuk advokasi HAM. Sebelumnya, Caldwell adalah wakil direktur Global Survival Network, yang bertugas mengkoordinasikan penyamaran dalam investigasi perdagangan perempuan yang dipaksa menjadi pelacur di Rusia. Dia memproduksi sekaligus menyutradarai video Bought & Sold berdasarkan hasil investigasinya, yang mendapat perhatian luas dari berbagai media seperti BBC, CNN, ABC, dll. Dia tinggal di Afrika Selatan pada tahun 1991, menginvestigasi kelompok pembunuh bayaran, dan pernah bekerja di Boston, Washington, dan New York dalam isu kemiskinan dan kekerasan.
Penerima Rockfeller Foundation Next Generation Leadership Award pada tahun 2000 yang menguasai Bahasa Inggris dan Spanyol ini, tercatat sebagai salah satu dari 40 Wirausaha Social Terkemuka oleh Schwab Foundation, dan menerima penghargaan 2003 Tech Laureate dari Tech Museum, dan mitra khusus Ashoka : Perintis bagi Publik.
Jika memiliki sebuah video, akan kita gunakan untuk apa video tersebut?? Kebanyakan dari kita akan menggunakannya untuk mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting dalam hidup seperti perayaan ulang tahun, acara wisuda, acara pernikahan, atau upacara kematian. Pernahkah terpikir bahwa video yang kita miliki dapat digunakan untuk melakukan advokasi? Video for Change adalah sebuah buku panduan bagi revolusi kamera video yang akan menunjukkan atau mengajak kita menggunakan video secara berbeda, yaitu bagaimana aktivis menggunakan video untuk melakukan pembelaan HAM.
Buku ini juga sanggup memadukan kekuatan gambar dan cerita demi mencapai tujuan advokasi. Melalui buku ini kita diajak untuk menemukan potensi dari sebuah video kamera sederhana dan kekuatan yang dimilikinya untuk menstimulasi perubahan sosial. Film tidak hanya berkemampuan mengubah cara berpikir, namun sekaligus dapat membawa perubahan sosial yang nyata. Ditulis oleh aktivis video terkemuka dan staf dari organisasi hak asasi manusia WITNESS, buku pegangan praktis ini tidak hanya bermanfaat bagi para pejuang kemanusiaan, namun sekaligus dapat mengaspirasi aktivis video.
Pengalaman menggunakan video sebagai satu kesatuan dari kampanye yang memfokuskan diri pada HAM, lingkungan hidup, globalisasi perusahaan, dan hak-hak adat telah dilakukan oleh organisasi-organisasi pelopor, seperti Appalshop di Amerika Serikat, Chiapas Media Project di Meksiko, CEFREC di Bolivia, Dristhi Media Collective di India, Undercurrents di Inggris, Labor News Production di Korea Selatan, INSIST di Indonesia, dan sejumlah lainnya.
Video for Change adalah satu-satunya buku yang akan menjelaskan semua, mulai dari petunjuk teknis hingga persoalan etis, menjadikannya begitu berharga bagi pembuat film amatir maupun profesional.
• Dikemas dengan teknis pembelajaran dan alasan strategis penggunaan video.
• Menunjukkan bagaimana cara membuat film terkait isu sosial yang menggugah dan efektif.
• Menjelaskan bagaimana merencanakan, mengambil gambar, mengedit, dan mendistribusikan video kita.
• Menampilkan kisah nyata dari berbagai penjuru dunia yang akan menginspirasi kita.

Dalam pelaksanaannya para aktivis media ini mempertahankan sebuah tradisi yang dihormati sepanjang zaman, yaitu eksperimen cinema veritë - pembuatan film dokumenter yang berusaha menangkap kejadian dan situasi sebagai terjadi tanpa kontrol penyutradaraan dan editing yang mendominasi (pada hlm. xiv).
Buku yang terdiri dari tujuh bab ini menyuguhkan bagaimana melakukan "advokasi video" dengan berangkat dari pengalaman-pengalaman nyata para aktivis yang telah bekerja dengan organisasi HAM Witness. Bahkan beberapa bab merupakan materi pelatihan organisasi HAM Witness. Oleh sebab itu, pada bab pertama dari buku ini kita akan mendapati pengalaman kerja Gillian Caldwell yang telah menjadi Direktur Eksekutif Witness dalam merintis sebuah kampanye melawan perdagangan global perempuan.
Pada bab dua, kita akan menemukan tulisan Katerina Cizek, seorang pembuat film keadilan sosial yang cukup berpengaruh dari Kanada, tentang keselamatan dan keamanan dari mereka yang bekerja untuk menghasilkan sebuah video. Katerina Cizek pun menulis bab tiga dengan mengangkat bagaimana berpikir lewat sebuh cerita yang sanggup menyentuh, melibatkan, mendesak, atau membuat malu para penonton sehingga mampu membuat mereka tergerak dan bertindak. Bab keempat, yang ditulis oleh Joanna Duchesne dan Liz Miller, merupakan tawaran panduan-panduan dan latihan-latihan sederhana untuk membantu kita membuat kemajuan dari satu shot gambar hingga menjadi rangkaian gambar, dan menjelaskan pentingnya menggunakan beberapa jenis shot yang berbeda dalam proses edit.
Bab keempat kemudian dilanjutkan dalam bab lima oleh Katerina Cizek yang mengajak kita untuk melihat proses teknis editing. Aspek legal dari penggunaan video juga diberikan ruang khusus dalam bab enam. 'Video sebagai Bukti' yang ditulis oleh Sukanya Pillay akan menolong kita untuk melihat video merupakan sumber bukti kuat di pengadilan.
Bab terakhir ditulis oleh Thomas Harding yang mengajak kita merencanakan dengan baik pemilihan penonton. Ia menjelaskan bagaimana memanfaatkan pemutaran video komunitas, bagaimana menjalin pertemanan dan membangun jaringan dengan mitra dan bagaimana mendatangi langsung para pembuat keputusan atau menggunakan media arus utama dan jaringan internet.
Pada bagian akhir terdapat lampiran yang merupakan format-format dan daftar pengecekan yang mungkin dibutuhkan. Terdapat juga salinan dari "Video Action Plan" yang diberikan Witness kepada para mitranya untuk membimbing mereka melalui proses berpikir dari penggunaan video untuk advokasi. WITNESS menggunakan kekuatan video untuk membuka mata dunia terhadap pelanggaran hak asasi manusia, menghadirkan gambar-gambar yang belum pernah disaksikan, kisah yang tidak terungkap, dan suara yang terbungkam, mengkatalisasi perjanjian politik sekaligus perubahan tanpa akhir.
Kekurangan dari buku ini memang dipenuhi oleh istilah-istilah yang asing bagi mereka yang tidak pernah mendalami penggunaan video secara teoretis-akademis akan sulit memahami. Akan tetapi, bab-bab yang telah dipaparkan dengan singkat di atas berisi penjelasan-penjelasan sederhana yang akan memberdayakan kita untuk menghasilkan sebuah karya advokasi yang baik.
Editor dan kontributor buku ini antara lain: Thomas Harding (Penulis Video Activist Handbook, turut mendirikan Undercurrents), Gillian Caldwell (Produser Bought & Sold dan Direktur Eksekutif WITNESS), Katerina Cizek (Asisten Sutradara Seeing is Believing: Handicams, Human Rights, and the News), Sukanya Pillay (pernah menjabat sebagai Koordinator Program WITNESS), Joanna Duchesne (Produser di Amnesty International), Ronit Avni (Pendiri dan Direktur Just Vision), dan Sam Gregory (Manajer Program WITNESS).

Monday, February 2, 2009

ISTIKHARAH CINTA







Penulis : M Shodiq Mustika
Penerbit : QultumMedia, Jakarta
Cetakan : Kedua, 2008
Tebal : viii + 131 halaman

Buku Novel yang berbau religi ini adalah sebuah karya dari seorang penulis berbakat yang bernama M. Shodiq Mustika. Tulisannya kebanyakan berupa novel-novel religi. Beberapa novel religi, diantaranya Ayat-ayat Mesra, Doa dan Dzikir Cinta, Muslim Romantis, Ta’aruf Forever. Kumpulan novelnya secara tidak langsung membuat ketertarikan saya ingin membacanya. Sekarang M Shodiq Mustika tengah menunggu karya-karyanya lagi untuk diterbitkan. Saya akan coba memberikan sinopsis pada novel ini.

Urusan jodoh kadang gampang-gampang susah. Banyak yang dengan mudah menemukan jodoh. Namun tak sedikit yang pusing memikirkan jodoh yang tak kunjung datang. Kalau pun datang, masalah pun tak berhenti sampai di sana. Ada yang datang, namun harus menentukan pilihan yang sama sulitnya, karena yang datang tidak satu. Di sini problematika menentukan jodoh yang ideal sebagai suami atau istri harus terjadi. Sebagian orang menentukan pilihan dengan kaca mata materialisme: kecantikan, harta, dan sejenisnya. Ada juga cara penentuan yang rumit, dengan membandingkan dalam berbagai perspektif, juga mekanisme lainnya. Islam sendiri kadang sudah memberikan tuntunan untuk itu. Islam mengajarkan bagaimana memilih jodoh yang baik. Kendati pun demikian, tak jarang ada yang masih kebingungan dalam menentukan pilihannya.

Namun dalam konteks inilah, Islam juga memberikan semacam solusi. Menentukan satu dari sekian banyak pilihan yang menentukan dalam hidup tak cukup dengan pertimbangan materialistis. Islam mengajarkan istikharah dalam memilih jodoh ini. Istikharah cinta adalah salah satu cara yang efektif dalam menentukan pilihan dalam mencari jodoh.

Istikharah adalah memohon kepada Allah agar memilihkan dan menentukan yang terbaik serta memudahkannya. Ada metode khusus, juga doa khusus. Namun tak jarang juga ada hal-hal bid’ah yang kerap dilakukan. Misalnya mengharuskan adanya kemantapan hati, mengharuskan mimpi, mempercayai ramalan paranormal, ramalan bintang, menggunakan tasbih dan lainnya. Berbagai amalan yang bid’ah, yang tak pernah diajarkan Rasulullah, tentunya tak boleh dilakukan dalam beristikharah yang benar.

Kendati disyariatkan dalam Islam, namun istikharah bukanlah jalan pintas mencari cinta. Buku Istikharah Cinta ini memberikan gambaran yang cukup luas mengenai istikharah. Beberapa contoh yang dikemukakan dalam buku ini menjadikannya aplikatif dan menarik. Bahasanya yang mengalir, ringkas dan padat juga menjadikan buku ini menarik dibaca, tetapi terkadang bahasanya juga terlalu bertele-tele dan sulit dimengerti untuk saya baca. Buku novel ini cocok dibaca untuk kalangan yang sudah ingin berumah tangga atau sudah dewasa. Tetapi, dari keseluruhan cerita apabila dibaca dengan seksama, banyak sekali pesan dan amanat dari penulis yang sangat berarti apabila kita akan melangkah ke taraf pernikahan. Buku ini tak hanya mengandalkan tema yang banyak dicari dan diperlukan kalangan muda, yakni cinta.

Kesimpulan buku ini sangat bagus karena bisa membuat pembacanya penasaran dan semua makna ceritanya sangat mendalam, banyak sekali hikmah yang bisa kita ambil di buku ini. Kelebihan yang paling menonjol didalam buku ini adalah judulnya yang sangat bagus karena judul itu seperti mendeskripsikan isinya cerita yang bukan islami, tetapi kenyataanya isinya itu sangat islami. Buku ini menarik bukan hanya dari judulnya, namun juga mengenai cinta itu sendiri, dan fenomena yang terjadi di sekitarnya. Ia memberikan gambaran yang luas mengenai cinta, taqdir, jodoh dan masa depan. Cerita dalam novel ini dapat dijadikan tuntunan agar kita bisa menentukan yang terbaik serta memudahkan jalan dari sekian banyak pilihan, khususnya dalam menemukan jodoh ideal sesuai syariatnya. Buku ini akan bermanfaat bagi mereka yang terpana dan terombang-ambing dalam cinta.

Arini. Khoirunnisa

Broadcast

KOMPRA's FINAL EXAM

AKHIR LASKAR PELANGI


Judul: Mimpi-Mimpi Lintang Maryamah Karpov

Penulis: Andrea Hirata

Penerbit: Bentang, November 2008

Tebal: 510 halaman

"Jika dulu aku tak menegakkan sumpah untuk sekolah setinggi-tingginya demi martabat ayahku, aku dapat melihat diriku dengan terang sore ini; sedang berdiri dengan tubuh hitam kumal, yang kelihatan hanya mataku, memegang sekop menghadap gunungan timah, mengumpulkan napas, menghela tenaga, mencedokinya dari pukul delapan pagi sampai magrib, menggantikan tugas ayahku. Aku menolak semua itu! Kini Tuhan telah memeluk mimpiku.” Cuplikan dalam Maryamah Karpov.

 

Andrea Hirata Seman Said adalah sebuah fenomena sastra Indonesia. Pria kelahiran Desa Gantung, Bangka-Belitung, yang tidak pernah menulis karya sastra ini langsung melahirkan tetralogi. Tiga novelnya yang berjudul Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor best seller, bahkan sampai di negeri Jiran, Malaysia. Andrea akhirnya pada Nopember 2008 telah menyelesaikan novel akhirnya, kelanjutan dari kisah Laskar Pelangi tersebut yang diberi judul ‘Mimpi-Mimpi Lintang Maryamah Karpov’.

Judul Maryamah Karpov Mimpi-Mimpi Lintang sangat menarik tapi sekaligus membingungkan pembaca, Maryamah Karpov sebenarnya adalah nama yang disematkan Andrea pada perempuan yang biasa dipanggil Mak Cik pemilik warung kopi ‘Usah kau Kenang Lagi’. Karena Maryamah biasa mengajari bermain catur dengan langkah-langkah Karpov, dia kemudian mendapat julukan Maryamah Karpov, seperti nama pecatur dunia asal Rusia, Anatoly Karpov. Anehnya dalam bangunan kisah ini, nama Karpov terkesan hanya sebagai pemanis novel ini saja. Sampul pada novel keempat ini bergambar wanita cantik sedang bermain biola juga cukup mengundang pertayaan, ditambah dengan kertas novel yang tipis terlihat menjadi lebih elegan dan ringan. Gambar wanita cantik bermain biola merupakan Nurmi, anak dari Maryamah Karpov dan bukan gadis impian Ikal.

Kisah pengembaraan Ikal menjadi pembuka cerita novel ini. Setelah meraih gelar master di Sorbone-Perancis, yang merupakan salah satu universitas terbaik di Perancis, Ikal tidak segera pulang ke Indonesia. Ikal memutuskan melakukan napak tilas, menyusuri kota-kota yang pernah disinggahi selama di Eropa. Kemudian dilanjutkan tentang kisahnya kembali ke tanah Belitong, ringkasnya kisah yang disajikan dalam novel setebal 510 halaman ini mirip novel pertamanya, Laskar Pelangi. Sama-sama menceritakan kehidupan masyarakat Belitong serta kebersamaan anggota Laskar Pelangi dan sekaligus sebagai jawaban dari digantungnya nasib tokoh terdahulu seperti Lintang, Mahar, Ikal, Syadan, Samson, Sahara, Harun, Kucai, dan Akiong. Anggota Laskar Pelangi telah tumbuh dewasa menemukan hidup dan cinta, sementara Ikal pulang dengan membawa ilmu tetapi tidak dapat menggunakan ilmunya demi kemajuan kampungnya dan harus kembali sebagai warga kampung Belitong pada umumnya.

Novel keempat Andrea ini pada dasarnya cukup merubah dari ketiga novelnya terdahulu yang terkenal mengalir, benar-benar ada serta hidup. Cerita tentang dokter gigi dari Jakarta terkesan berbelit-belit. Di sini diceritakan bahwa setelah berbulan-bulan membuka praktek tidak satupun warga kampung yang bersedia memeriksakan giginya, alasan warga kampung “mulut sama dengan kelamin, bukan muhrimnya tidak boleh melihat”, warga kampung lebih suka pergi ke dukun bila ada masalah dengan giginya. Setelah mendapat bujukan dari ketua kampung akhirnya Ikal bersedia mencabutkan giginya, sekaligus menjadi pasien pertama warga Belitong, yang kemudian mendapat liputan dari media cetak dan radio. Kisah Ikal dapat mengangkat kapal Lanun (perampok) yang karam di sungai  Linggang yang sudah berpuluh-puluh tahun dengan bantuan Lintang yang dapat menguraikan rumus tekanan dan momentum juga cukup tidak masuk akal, apalagi Lintang bukan seorang berpendidikan tinggi, di sini Andrea juga seolah menyamakan pengetahuan dan ilmu pengertahuan adalah sama!

Terlepas dari kekekurangan di atas tentunya novel ini ada kelebihannya, cara pengungkapan bahasa yang penuh sastra, sederhana, lugu, ada setia kawan, kepatuhan kepada orang tua, pembangkangan, kekonyolan, dan ditambah kepandaian humor Andrea yang semakin terasah membuat novel ini tidak boleh dilewatkan begitu saja, terutama bagi seseorang yang menyukai gaya bersastra melayu. (Ed)



ETNOGRAFI KOMUNIKASI


Judul: Etnografi Komunikasi Suatu Pengantar dan Contoh Penelitiannya

Penulis: Prof. Dr. Engkus Kuswarno, M.S

Penerbit: Widya Padjadjaran, Agustus 2008

Tebal: 176 halaman

Etnografi komunikasi menurut pandangan Wilbur Schramn, bahwa Ilmu Komunikasi bagaikan “Oase”, banyak dihampiri dan berjumpa dengan bidang ilmu lainnya, maka Etnografi Komunikasi merupakan contoh salah satu hasil perjumpaan tiga bidang ilmu: Etnografi, Linguistik dan Komunikasi.


Engkus Kuswarno lebih dikenal sebagai guru besar program Sarjana dan Pascasarjana di beberapa perguruan tinggi Indonesia seperti di Universitas padjadjaran Bandung. Buku karangannya yang berjudul ‘Etnografi Komunikasi Suatu Pengantar dan Contoh Penelitiannya’ merupakan jenis buku yang membahas penelitian komunikasi kualitatif.

Etnografi komunikasi secara terperinci berusaha mengenali pola-pola suatu suku bangsa dalam suatu etnografi tertentu. Studi dilakukan dengan upaya pendekatan terhadap sosiolinguistik bahasa, melihat penggunaan bahasa secara umum dihubungkan dengan nilai-nilai sosial kultural yang ada dalam suatu masyarakat. Memahami pola-pola komunikasi yang hidup dalam suatu masyarakat tutur, atau masyarakat yang memiliki kaidah yang sama untuk berkomunikasi akan memberikan gambaran umum dari perilaku masyarakat, memberi gambaran unit-unit komunikatif dari suatu masyarakat tutur diorganisasikan yang dipandang secara luas sebagai ‘cara-cara berbicara’, dan bersama dengan makna menurunkan makna dari aspek-aspek kebudayaan yang lain.

Menurut Engkus Kuswarno, tradisi yang merupakan aliran pemikiran ilmu-ilmu sosial yang turut memberikan sumbangsih pemahaman komprehensif terhadap etnografi komunikasi seperti fenomenologi, interaksi simbolik, kontruksi realitas secara sosial, etnometodologi, dramaturgi, dan hermeneutik.  Selain itu, buku ini juga menjelaskan cara-cara melakukan penelitian etnografi komunikasi, dan juga memberikan contoh penelitian etnografi komunikasi tentang anak tuna rungu.

Sampul buku memadukan warna hitam, putih, dan kuning yang disertai berbagai gambar manusia cukup memberi gambaran tentang isi buku bahwa membahas etnografi. Pemilihan bentuk dan ukuran tulisan cukup baik sehingga tidak sesak oleh mata, tetapi sangat disayangkan dalam isi buku hanya dipenuhi warna hitam dan putih, pembahasan buku ini cenderung terlalu umum, contoh penelitian yang diberikan hanya satu tentang anak tuna rungu.

Walau bagaimanapun, buku ini sangat baik dibaca terutama bagi seseorang yang menempuh jurusan Antropologi, Linguistik dan Ilmu Komunikasi dan akan menyusun tugas akhir. Seseorang dapat memperdalam teori-teori penelitian tentang masyarakat, dan bagaimana menyusun sebuah penelitian berkaitan dengan interaksi yang terjadi di masyarakat.

Ringkasnya, Etnografi Komunikasi sebagai suatu studi pengembangan dari Antropologi Linguistik yang dipahami dalam konteks komunikasi, menggabungkan sosiologi (analisis interaksional dan identitas peran) dengan Antropologi (kebiasaan penggunaan bahasa dan filosofi yang melatarbelakanginya) dalam konteks komunikasi. (Ed)